Selasa, 11 November 2008
SISTEM INFORMASI
Rabu, 03 September 2008
the beatles
Thursday 10 July 2008
Beatles Day is quite simply for Liverpudlians to go about their daily business as normal on July 10th, the only difference being that they wear Mop Top wigs and share their Beatles stories with the rest of the city! Liverpool Echo will print the best of your stories! Radio Stations will play Beatles songs and hold phone-ins. Shop staff all over the City will wear wigs, decorate their shop-fronts with Beatles memorabilia and play their songs all day. Pubs will hold Beatles Day Quizzes! School Children will wear wigs and learn about the band’s heritage. Beatles Tribute Bands will play from rooftops. TV presenters will read the news wearing their wigs! Everyone can take part! ‘Imagine The Concert’ at Liverpool Arena where artists will be playing their Beatles favourites.
Over 20 thousand specially made Beatles style mop-top wigs will be sold around Merseyside in the days leading up to Beatles Day.
The Beatles Day ‘Imagine the Concert’
Tickets: £19.50 / £24.50 (a limited number of gold circle available)
Liverpool Echo Arena - 10th July 2008
Arena Box Office Tel: 0844 8000 400
fiLm goaL
MARI jadi pemain bola. Usia bukan masalah, yang penting jago menyepak. Lihat saja peruntungan Santiago Munez (Nuno Becker) dalam film Goal!. Pendatang haram keturunan Meksiko berusia 18 tahun ini adalah pesepak bola tangguh di satu sudut Los Angeles. Santiago cinta sepak bola, tapi tidak cukup berani bermimpi jadi pemain profesional. Ia cukup puas bermain dengan remaja seusia di lingkungannya.
Suatu hari, seorang mantan pemain Newcastle United, Glen Foy (Stephen Dillane), melihat permainan Santiago dan mengajaknya bertandang ke Inggris. “Aku akan membawamu bermain di Newcastle,” kata Foy. Tanpa masalah visa, Santiago melenggang masuk Inggris dan lolos dari imigrasi karena ucapan: “Saya pemain bola, dan saya akan main di Newcastle United.” Cap United Kingdom pun tertempel di paspornya.
Yang bukan penggemar bola seperti saya pun berpikir, ”gampang banget masuk Inggris”. Tapi, selanjutnya, saya ikut terbawa semangat gegap gempita yang ditiupkan Goal!. Sampai-sampai pada adegan klimaks, ketika Santiago harus melakukan tendangan penalti, saya ikut menahan napas dengan jantung deg-degan, sambil berkata dalam hati, “Cakep benar anak ini.” Maklum, saya memang bukan penggemar bola.
Di mata penggemar sepak bola, Goal! bakal tampak begitu kikuk memadukan kenyataan dan fantasi. Bayangkan, dalam tiga minggu, Santiago sudah masuk tim cadangan cuma karena pamer gaya indahnya membawa bola. Sebulan kemudian, dia sudah masuk tim inti. Seorang penonton dengan baju merah berlambang Manchester United yang duduk di sebelah saya nyeletuk : “Ck-ck-ck, mimpi kali ye!”
Mimpi seperti ini memang hanya ada di film Goal!. Mungkin karena Goal! memang diniatkan sebagai promosi sepak bola ke penjuru dunia. Goal! adalah film pertama dari trilogi pengantar ke World Cup 2006. Film kedua dari trilogi ini akan mengisahkan bergabungnya Santiago ke Real Madrid. Di film ketiga, kisah Santiago akan berujung di World Cup 2006. Karena itu, Goal! jelas-jelas kental dengan nuansa bola.
Sejak Santiago menginjakkan kaki di Newcastle, semangat sepak bola terasa kental di udara. Seperti ketika World Cup ditayangkan di TV-TV, kafe-kafe penuh dengan obrolan bola. Setiap sudut dipenuhi dengan poster bola. Setiap langit-langit digantungi aksesori bola. Sampai tukang taksi yang sedang membawa penumpang pun lebih menomorsatukan pemain bola.
Dalam Goal!, pemain bola adalah dewa. Mereka dianggap sah melakukan apa saja yang mereka mau asal bisa mempersembahkan piala ke klubnya. Karena itu, banyak yang lupa diri. Seperti Gavin Harris (Alessandro Nivola), pemain muda yang baru saja dikontrak US$ 8 juta oleh Newcastle, yang dianggap sebagai anak emas sekaligus badboy di klub tersebut.
Selintas pesan bermakna diungkap oleh pacar Santiago, Roz (Anna Friel): “Tetaplah menjadi dirimu sendiri, meski kamu sudah jadi bintang sepak bola.” Pesan-pesan klise yang banyak didengarkan dalam dongeng-dongeng bertema ”Upik Abu Jadi Cinderella”: tetap rendah hati, jujur, dan saling menghargai sesama.
FIFA, yang mensponsori Goal!, ingin skenario film ini melewati mereka dulu sebagai barter atas penggunaan nama asli tim, lokasi, dan pemain. Ada Liverpool, Newcastle, Manchester, dan lain-lain. Beckham, Zidane, hingga Raul juga sempat nongol sejenak walau hanya berjabat tangan dengan Santiago. Akibatnya, Michael Winterbottom, sutradara yang seharusnya menangani Goal!, memilih berhenti karena merasa didikte.
Proyek ini pun kemudian jatuh ke tangan Danny Cannon, sutradara film televisi di Inggris. Di tangan Cannon, Goal! ngotot menyebar pesan bahwa ‘’segala sesuatu itu mungkin di dunia sepak bola”. Saking ngotot-nya, film ini menghalalkan adegan ”abrakadabra simsalabim” untuk membuat Santiago menjadi anak emas di timnya. Jika penonton biasa terkagum-kagum, penggemar berat bola mungkin terpaksa cemberut.